Mengunci Ingatan: Menyusuri Jejak Abadi Yudhistira ANM Massardi
Jakarta, 28 April 2025 – Tepat setahun setelah wafatnya sastrawan Yudhistira ANM Massardi, dunia sastra Indonesia memberikan penghormatan khusus melalui pameran bertajuk Mengunci Ingatan. Pameran ini berlangsung mulai 19 April hingga 8 Mei 2025 di Galeri PDS H.B. Jassin, lantai 4 Gedung Ali Sadikin, kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Yudhistira ANM Massardi lahir di Subang, Jawa Barat,
pada 28 Februari 1954, dan wafat pada 2 April 2024 di usia 70 tahun. Selama
lebih dari empat dekade, ia aktif menulis puisi, cerpen, esai, naskah drama,
dan novel, serta terlibat dalam dunia teater dan seni rupa. Karya-karyanya
dikenal reflektif, puitis, dan kerap menyuarakan perenungan filosofis tentang
cinta, kemanusiaan, dan identitas.
Pameran Mengunci Ingatan dirancang sebagai ruang kontemplatif untuk mengenang sosok dan warisan karya Yudhistira. Ruang pameran dibagi menjadi beberapa zona, menampilkan berbagai fase kehidupan dan proses kreatif sang sastrawan. Panel kronologi kehidupan disusun rapi, dilengkapi dokumentasi foto, catatan tangan, dan bukti fisik perjalanan kariernya.
Di antara karya yang dipamerkan, pengunjung dapat melihat langsung naskah asli novel Arjuna Mencari Cinta (1977), karya penting yang mengawali trilogi cinta yang ditulis Yudhistira. Novel ini menjadi salah satu tonggak dalam kariernya dan pernah diadaptasi ke layar lebar pada tahun 1980. Selain itu, terdapat koleksi buku-buku puisi, naskah drama, serta lukisan yang menggambarkan sisi visual dari proses kreatifnya.
Di antara karya yang dipamerkan, pengunjung dapat melihat langsung naskah asli novel Arjuna Mencari Cinta (1977), karya penting yang mengawali trilogi cinta yang ditulis Yudhistira. Novel ini menjadi salah satu tonggak dalam kariernya dan pernah diadaptasi ke layar lebar pada tahun 1980. Selain itu, terdapat koleksi buku-buku puisi, naskah drama, serta lukisan yang menggambarkan sisi visual dari proses kreatifnya.
Buku-buku yang dipajang di antaranya adalah Sebelum
Tertawa Dilarang, Atas Nama Cinta, dan Telepon Genggam, sebagian besar
diterbitkan oleh Penerbit Gramedia. Selain buku, puisi-puisi cetak dipajang
dalam pigura dengan tata cahaya lembut, menciptakan nuansa tenang dan
menghormati isi karya.
Tidak hanya karya, pameran juga menampilkan
benda-benda pribadi sang sastrawan. Di pojok galeri, terdapat instalasi khusus
berupa ruangan yang menyerupai ruang kerja atau ruang pribadi Yudhistira. Di
dalamnya terdapat sofa yang ditutup kain, pakaian yang pernah dikenakan, tas,
rak buku, serta lukisan-lukisan koleksi pribadinya. Penataan ini memperkuat
kesan intim, menghadirkan sisi manusiawi dari figur yang selama ini dikenal
melalui tulisan.
Sebagai bagian dari arsip hidup, pameran juga
memamerkan sejumlah piagam penghargaan dan trofi yang diterima Yudhistira
selama hayatnya. Beberapa di antaranya berasal dari penghargaan sastra nasional
dan lembaga seni budaya. Hal ini menjadi bukti pengakuan terhadap konsistensi
dan kontribusinya di bidang sastra dan budaya.
Selama masa pameran, pengunjung juga dapat menyaksikan
penayangan dokumenter singkat yang memuat cuplikan aktivitas Yudhistira semasa
hidup. Film ini memadukan arsip rekaman, suara narasi, dan fragmen karya sastra
yang dibacakan, memperkaya pengalaman mengunjungi pameran.
Pameran Mengunci Ingatan terbuka untuk umum setiap
hari pukul 10.00 hingga 17.00 WIB, tanpa dipungut biaya. Program ini
diselenggarakan oleh Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin dan didukung oleh
Dewan Kesenian Jakarta serta sejumlah pegiat literasi.
Sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan budaya,
pameran ini bukan hanya mengenang seorang sastrawan, tetapi juga mengingatkan
publik bahwa karya sastra memiliki daya hidup yang panjang dan terus relevan. Mengunci
Ingatan menjadi bentuk penghargaan sekaligus pengarsipan kolektif atas
perjalanan dan pencapaian Yudhistira ANM Massardi.
Dengan mengunjungi pameran ini, publik diajak untuk menyelami kembali dunia pemikiran dan estetika sastra Indonesia melalui lensa seorang tokoh yang telah meninggalkan jejak mendalam. Karya-karya Yudhistira tetap hidup, tidak hanya dalam halaman buku, tetapi juga dalam ruang, ingatan, dan penghormatan yang terus diperbarui.
Text: Nadira Aulia Azahra
Komentar
Posting Komentar